
Kulit Babi Panggang: Makanan ‘Haram’ yang Terselubung
Kulit babi panggang, atau kerap disebut crackling, adalah camilan renyah yang digemari di berbagai belahan dunia, termasuk di negara dengan mayoritas non-Muslim. Namun, di Indonesia—negara dengan populasi Muslim terbesar—keberadaan makanan ini memicu kontroversi. Meski jelas-jelas diharamkan dalam ajaran Islam, kulit babi panggang kadang “terselubung” dalam produk makanan tanpa label jelas, menimbulkan risiko bagi konsumen yang ingin menjaga kehalalan asupan. Bagaimana fenomena ini terjadi, dan mengapa masih ada celah untuk penyalahgunaan?
Kulit Babi dalam Pandangan Islam
Dalam Islam, konsumsi babi dan turunannya diatur secara tegas melalui Al-Qur’an dan Hadis. Surat Al-Baqarah ayat 173 menyatakan:
“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan hewan yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah…”
Tak hanya daging, bagian tubuh babi seperti lemak, tulang, atau kulit juga dianggap haram. Hal ini didukung oleh fatwa ulama dan lembaga keagamaan, termasuk Majelis Ulama Indonesia (MUI). Namun, kulit babi panggang kerap diolah menjadi kerupuk, campuran sambal, atau topping makanan yang sulit dikenali asalnya, terutama jika tidak diberi label transparan.
Mengapa Kulit Babi Masih Beredar?
- Permintaan Pasar Non-Muslim:
Di daerah dengan populasi non-Muslim signifikan (seperti Bali, Manado, atau wilayah Timur Indonesia), kulit babi panggang dijual terbuka sebagai camilan khas. Sayangnya, produk ini kadang “nyasar” ke pasar umum tanpa segregasi jelas, sehingga berisiko dikonsumsi Muslim. - Harga Murah dan Tekstur Unik:
Kulit babi relatif murah dibanding bahan baku kerupuk lain (seperti ikan atau udang). Teksturnya yang renyah juga membuatnya digemari, bahkan oleh kalangan yang tidak menyadari asalnya. - Label Tidak Jelas:
Beberapa produsen nakal sengaja menggunakan istilah ambigu seperti “kerupuk kulit” atau “crackling” tanpa mencantumkan sumber bahan. Padahal, Peraturan BPOM No. 31 Tahun 2018 mewajibkan pencantuman komponen hewani pada kemasan.
Kasus Kontroversial di Indonesia
Pada 2021, viral video seorang pedagang di Jawa Timur yang menjual kerupuk kulit babi dengan label “kerupuk rambak”—istilah yang umumnya merujuk pada kerupuk kulit sapi atau kerbau. Pedagang mengakui sengaja tidak mencantumkan kata “babi” agar laris di kalangan Muslim. Kasus serupa terjadi di Jakarta, di mana kulit babi diolah menjadi campuran sambal kering dengan kemasan tanpa keterangan.
Fenomena ini memicu protes dari ormas Islam dan masyarakat. Namun, hingga kini, masih ada celah hukum karena minimnya pengawasan di pasar tradisional atau UMKM skala kecil.
Risiko Kesehatan di Balik Kenikmatannya
Selain masalah kehalalan, kulit babi panggang juga menyimpan risiko kesehatan:
- Kolesterol Tinggi:
Proses penggorengan dengan suhu tinggi meningkatkan kadar lemak jenuh, yang memicu penyakit jantung dan obesitas. - Kontaminasi Bakteri:
Jika tidak diolah higienis, kulit babi berpotensi mengandung bakteri Salmonella atau parasit Trichinella. - Zat Karsinogenik:
Pembakaran atau penggorengan berlebihan menghasilkan senyawa akrilamida yang bersifat karsinogenik.
Bagaimana Membedakan Kerupuk Kulit Babi?
- Cek Label dan Sertifikasi Halal:
Pastikan kemasan mencantumkan logo halal MUI atau keterangan bahan baku (misal: “kulit sapi”). - Kenali Ciri Fisik:
Kerupuk kulit babi situs rajazeus online cenderung lebih tipis, berbentuk tidak beraturan, dan memiliki pori-pori kecil. - Harga Lebih Murah:
Kerupuk kulit sapi/kerbau biasanya dijual lebih mahal karena bahan bakunya langka. - Tanya Langsung ke Penjual:
Jika ragu, tanyakan sumber bahan. Pedagang yang bertanggung jawab akan menjelaskan dengan jujur.
Alternatif Halal yang Tak Kalah Lezat
Bagi yang ingin menikmati camilan renyah tanpa risiko, beberapa pilihan halal bisa dipertimbangkan:
- Kerupuk Kulit Sapi/Kerbau:
Teksturnya mirip, tetapi dipastikan halal dengan sertifikasi resmi. - Keripik Usus Ayam:
Camilan renyah dengan rasa gurih alami. - Emping Melinjo:
Olahan khas Indonesia yang bebas lemak hewani.
Peran Pemerintah dan Masyarakat
- Pengawasan Ketat oleh BPOM dan Kemenag:
Perlu inspeksi mendadak ke produsen kerupuk dan pasar tradisional untuk memastikan kepatuhan label. - Edukasi Konsumen:
Sosialisasi tentang cara membedakan produk haram dan membaca label kemasan. - Sanksi Tegas untuk Pelaku:
Produsen yang sengaja menipu konsumen harus diberi sanksi pidana atau denda berat.
BACA JUGA: Kuliner Ekstrem India: Makanan Paling ‘Jorok’ di Jalanan